FLASHBERITA — Rentetan banjir bandang dan longsor besar yang melanda Pulau Sumatra dalam beberapa pekan terakhir memicu kritik terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Masyarakat mempertanyakan apakah kerusakan hutan di daerah hulu—baik karena aktivitas pembalakan liar maupun lemahnya pengawasan—ikut memperburuk bencana yang telah menewaskan ratusan orang dan merusak ribuan rumah tersebut.
Di sejumlah wilayah terdampak seperti Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, tim penyelamat menemukan tumpukan gelondongan kayu, batang pohon, hingga sisa-sisa tebangan yang terbawa arus banjir. Temuan ini memunculkan dugaan bahwa kawasan hutan di bagian hulu sungai telah mengalami kerusakan yang cukup serius.
Gelondongan Kayu Terhanyut Banjir Munculkan Dugaan Kerusakan Hutan Baru
Hasil investigasi awal yang dilakukan KLHK bersama aparat penegak hukum mengungkap adanya dugaan aktivitas penebangan hutan yang tidak semestinya di sejumlah lokasi. Di Aceh Tengah, misalnya, ditemukan puluhan meter kubik kayu yang terbawa bersama material banjir. Sementara itu di Sumatra Barat, petugas menyita ratusan batang kayu dan beberapa alat berat yang diduga digunakan untuk membuka area tebangan.
Walau belum ada kesimpulan resmi, masyarakat semakin meyakini bahwa rusaknya daerah aliran sungai (DAS) akibat aktivitas penebangan—baik yang berizin maupun ilegal—turut memperparah banjir besar kali ini.
Menteri Kehutanan Disorot Publik
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raja Juli Antoni, kini menjadi sorotan. Berbagai pihak mulai menanyakan efektivitas pengawasan kehutanan serta pengelolaan perizinan terkait industri dan aktivitas penebangan.
Dalam keterangannya, Menteri menegaskan bahwa kementeriannya tidak pernah menginstruksikan adanya penebangan hutan secara besar-besaran yang dapat menimbulkan kerusakan luas.
“Kita sedang berhadapan dengan kombinasi cuaca ekstrem dan tata kelola lingkungan yang memang perlu dievaluasi secara menyeluruh. Saat ini investigasi masih berlangsung untuk menelusuri dari mana asal kayu-kayu yang terbawa banjir,” kata Menteri.
Namun, kritik tetap bermunculan. Para aktivis lingkungan menilai lemahnya pengawasan selama bertahun-tahun telah memberi ruang bagi maraknya pembalakan liar, perluasan perkebunan, dan kerusakan hutan yang pada akhirnya memperparah dampak bencana saat ini.
Aktivis: Pemerintah Tidak Bisa Lepas Tanggung Jawab
LSM lingkungan menilai bencana ini menjadi bukti nyata kerusakan ekosistem di Sumatra. Mereka menekankan bahwa tutupan hutan di berbagai kawasan hulu telah menyusut secara signifikan dalam sepuluh tahun terakhir.
“Jika hutan rusak, banjir pasti tak terhindarkan. Itu sudah sangat jelas,” ujar seorang peneliti lingkungan. Mereka mendesak pemerintah untuk meninjau ulang seluruh perizinan, memperkuat patroli pemberantasan penebangan ilegal, serta melakukan rehabilitasi hutan secara besar-besaran di wilayah rawan.
Sumatra Selatan Siaga Menghadapi Dampak Susulan
Walaupun banjir besar banyak melanda wilayah barat dan utara, Sumatra Selatan yang memiliki daerah aliran sungai luas juga diminta untuk meningkatkan kewaspadaan. Curah hujan yang masih tinggi serta kondisi hutan yang rentan di sejumlah area membuat potensi banjir dapat meningkat kapan saja.
BPBD Sumatra Selatan menekankan bahwa langkah-langkah mitigasi, pemantauan kondisi sungai, serta pengawasan di wilayah hulu akan ditingkatkan guna mengantisipasi potensi bencana yang dapat berdampak lintas daerah.
Investigasi Masih Berjalan, Publik Menanti Keterbukaan Hasilnya
KLHK berkomitmen untuk merilis laporan resmi terkait investigasi asal-usul kayu, dugaan pembalakan liar, serta tata kelola hutan di kawasan terdampak setelah seluruh proses pemeriksaan rampung.
Kayu Gelondongan dari Hulu Dianggap Sebagai Indikasi Awal Kerusakan Hutan
Di banyak titik terdampak, warga dan relawan menemukan batang-batang kayu berukuran besar, bahkan ada yang berdiameter lebih dari satu meter, ikut terseret banjir. Dalam sejumlah video yang beredar, tampak aliran sungai dipenuhi kayu-kayu besar seakan berasal dari satu area pembalakan berskala luas.
Beberapa fakta awal yang ditemukan di lapangan:
- Di Aceh Tengah, petugas menemukan lebih dari 80 meter kubik kayu yang ikut terbawa oleh aliran banjir.
- Di Solok, Sumatra Barat, ratusan batang kayu ditemukan menumpuk di bantaran sungai setelah banjir surut.
- Petugas juga menemukan sejumlah alat berat serta jalur logging yang diduga menjadi akses menuju kawasan hutan yang kini mengalami kerusakan.
Walaupun asal-usul kayu tersebut belum dipastikan, banyak pihak menilai bahwa jumlah dan skala temuan itu terlalu besar untuk sekadar berasal dari pohon tumbang secara alami.
Menteri Kehutanan Jadi Sorotan, Publik Meminta Penjelasan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raja Juli Antoni, menjadi sorotan publik terkait maraknya dugaan kerusakan hutan. Menanggapi kritik, ia menegaskan bahwa kementeriannya tidak pernah mengeluarkan perintah untuk penebangan massal atau kebijakan yang berpotensi memicu banjir bandang.
Namun, publik tetap mendesak adanya penjelasan detail mengenai:
- Pengawasan izin industri kehutanan dan perkebunan di Sumatra
- Evaluasi terhadap perusahaan pemegang HGU atau izin konsesi yang beroperasi di hulu
- Proses audit lingkungan yang semestinya dilakukan secara berkala
“Kami sedang mengevaluasi total pengelolaan hutan di seluruh kawasan hulu DAS Sumatra. Investigasi untuk menelusuri asal-usul kayu terus berjalan,” kata Menteri.
Meski demikian, pernyataan tersebut belum cukup meredakan kecurigaan publik yang menilai bahwa pengawasan kementerian selama ini terlalu longgar.
Aktivis Lingkungan: Peringatan Terhadap Kerusakan Hutan Sudah Dilontarkan Sejak Lama
Kelompok pemerhati lingkungan menyebut bahwa banjir kali ini hanyalah puncak dari masalah ekologis yang sudah diabaikan bertahun-tahun.
Seorang peneliti lingkungan nasional menyampaikan:
“Hulu sungai di Sumatra sudah kritis. Hutan yang seharusnya menahan air kini berubah menjadi area tebangan. Ketika hujan ekstrem turun, tidak ada lagi yang menahan limpasan. Banjir pasti mengamuk.”
Mereka juga mengungkap bahwa citra satelit selama beberapa tahun terakhir menunjukkan penyusutan tutupan hutan di beberapa provinsi Sumatra, terutama di wilayah pegunungan dan bukit yang menjadi penyangga sistem hidrologi.
Aspirasi Warga: “Kami Sudah Lelah Menjadi Korban”
Di berbagai wilayah, warga yang terdampak menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah pusat maupun daerah. Banyak dari mereka mengklaim sudah berkali-kali memperingatkan soal pembukaan lahan di hulu yang semakin tidak terkendali.
“Setiap hujan besar, kami selalu takut. Tapi kali ini paling parah. Sungai bawa kayu sebanyak ini dari mana, kalau bukan dari hutan atas sana?” ujar seorang warga Aceh yang selamat dari terjangan banjir.





